Kejadian bahaya gerakan tanah berbeda dengan kejadian
bahaya alam lainnya. Kejadian bahaya alam umumnya memiliki siklus tertentu (ada
interval waktu antara satu kejadian dengan kejadian lainnya), yang waktunya
bervariasi dari tahunan (seperti banjir) hingga ribuan tahun (erupsi gunung
api). Sebaliknya kejadian gerakan tanah sangat tergantung pada tingkat kegiatan
manusia untuk merubah lereng, dalam hal ini bila lereng dirubah maka gerakan
tanah akan sering terjadi, namun bila lereng dibiarkan dalam kondisi alami maka
interval kejadiannya lebih lama.
Oleh karena itu risk
assesment untuk keperluan bahaya gerakan tanah harus memperhitungkan
tingkat kemungkinan kejadian dan probable severity dari kegiatan manusia.
Dalam konsep ini bukan hanya tingkat kemungkinan kejadian (probable frequncy) saja yang dipertimbangkan namun juga tingkat
kemungkinan kejadian terburuk (probable
severity) yang akan terjadi pada
kondisi tertentu Selanjutnya dari
risk assesment ini ditentukan upaya yang harus dilakukan sesuai dengan
probabilitas kejadiannya.
Area pemetaan 8 desa di Bantul berdasarkan hasil dari
pemetaan resiko terhadap bencana tanah longsor terbagi atas:
a. Tingkat resiko rendah, berwarna hijau yang, mayoritas
berada di bagian barat dan mempunyai kelerengan yang rendah atau hampir datar,
dengan penggunaan lahan adalah persawahan, sedikit berupa permukiman dan kebun
campuran
b. Tingkat resiko sedang, berwarna kuning, meliputi
sebagian besar di 6 desa selain Srimulyo dan Srimartani, mempunyai kelerengan
sedang atau miring dengan penggunaan lahan berupa sebagian besar ladang dan
kebun campuran, sedikit berupa sawah dan permukiman.
c. Tingkat resiko tinggi, berwarna merah, berada di area
yang mempunyai kelerengan yang curam, terdapat sekitar 30% dari daerah
penelitian kecuali di desa Srimulyo yang mencakup hampir di seluruh area.
penggunaan lahan berupa sebagian besar ladang dan kebun campuran, sedikit
berupa sawah, permukiman serta hutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar